"Jason Bourne was just the tip of the iceberg." - Eric Byer
Setelah
tiga film Jason Bourne yang sukses meraup ratusan juta Dollar serta
menuai pujian dari berbagai pihak, rasanya kok sayang ya jika franchise
ini dihentikan begitu saja sekalipun The Bourne Ultimatum telah
memberikan sebuah konklusi yang memuaskan. Pihak studio tentu tidak akan
keberatan untuk menggelontorkan uang berapapun jumlahnya demi
terwujudnya jilid keempat dari petualangan manten agen rahasia CIA ini.
Tapi, tapi... Paul Greengrass telah memutuskan untuk ‘walk out’ dari
proyek, begitu juga dengan Matt Damon. Lantas apa yang bisa diperbuat?
Apakah dengan menciptakan sebuah reboot semacam The Amazing Spider-Man
dengan tim utama yang sama sekali baru, sekuel dengan melakukan recast
untuk mencari pengganti Damon, atau malah sebuah spin-off? Ada banyak
kemungkinan. Namun, the show must go on, meski tidak ada lagi Damon
maupun Greengrass yang telah membawa franchise ini ke puncak kejayaan
melalui The Bourne Supremacy dan The Bourne Ultimatum.
Beruntung, Tony Gilroy yang telah menggarap naskah franchise ini sejak
jilid pertama tidak ikut-ikutan kabur seperti kedua rekannya. Malahan,
dia digamit untuk mengarsiteki The Bourne Legacy terlebih dia memiliki jejak rekam pernah menghantarkan film debutnya, Michael Clayton, untuk bertarung di Oscar.
Pertanyaannya, akan dibawa kemana The Bourne Legacy ini? Bagian kreatif memutuskan untuk tetap berada di jalur instalmen, alih-alih reboot. The Bourne Legacy
mungkin lebih tepat disebut sebagai sidequel. Meski nama Bourne masih
dicatut sebagai judul film, pada kenyataannya sosok ini tidak pernah
muncul dalam film, kecuali dalam wujud foto atau sebatas nama diucapkan
oleh tokoh lain. Tony Gilroy yang turut menulis naskah, kali ini
ditemani oleh saudaranya, Dan Gilroy, menciptakan jagoan anyar bernama
Aaron Cross (Jeremy Renner). Sejak awal film yang dimulai di lokasi
pelatihan regu operasi khusus Alaska hingga pertengahan film, Gilroy
menggoda penonton dengan menyembunyikan identitas dari sang tokoh utama
sehingga muncul dugaan-dugaan bahwa Renner adalah Jason Bourne. Hingga
akhirnya foto Bourne muncul, maka penonton pun mingkem. Atau
jangan-jangan ada twist di akhir kisah? Ah sudahlah, jangan terlalu
banyak berspekulasi. Haha. Sepak terjang dari Aaron Cross ini mengambil
latar waktu bersamaan dengan The Bourne Ultimatum tatkala Bourne
disibukkan dengan upayanya untuk mengekspos Blackbriar dan Treadstone.
Sebagai pengait, sekaligus untuk menyegarkan ingatan penonton,
ditampilkan foto, percakapan, hingga tayangan video yang berhubungan
dengan film sebelumnya.
Tidak
seperti Bourne versi Doug Liman, apalagi Paul Greengrass, yang penuh
dengan adegan aksi yang diramu intens dan digeber sejak menit pertama,
Gilroy memilih pendekatan lain untuk memulai kisah. Bagi yang
mengharapkan The Bourne Legacy akan disesaki dengan adegan
kejar-kejaran, baku hantam, dan ledakan tanpa jeda, maka bersiap untuk
kecewa. Bourne versi Gilroy ini sangat ceriwis dalam bertutur. Sekitar
40 menit pertama, kesabaran penonton – terutama yang tidak menggemari
film penuh dialog – benar-benar diuji. Dialog-dialog panjang digunakan
untuk menghantarkan kisah. Kita dipertemukan dengan tokoh-tokoh lama
macam Pamela Landy (Joan Allen), Noah Vosen (David Strathairn), dan Ezra
Kramer (Scott Glenn), serta kehadiran tokoh anyar Eric Byer (Edward
Norton), yang kebakaran jenggot saat mengetahui Jason Bourne masih
hidup. Disampaikan dengan dialog serba panjang nan rumit yang seringkali
terasa melelahkan untuk diikuti, maka kubu penonton hampir dapat
dipastikan terbagi menjadi dua. Di satu sisi memuji kelihaian Gilroy
dalam meramu sebuah kisah spionase dengan naskah yang tergarap cermat
menimbulkan rasa penasaran, namun di sisi lain menyumpahi keputusan sang
sutradara yang berlama-lama menggiring penonton dalam ketidakpastian.
Hingga satu jam pertama, penonton masih belum mendapatkan info film ini
akan bertutur mengenai apa.
Ketegangan
mulai terasa saat Dr. Donald Foite (Zeljko Ivanek) secara membabi buta
membantai para staf dan peneliti di laboratorium, dan menyisakan Dr.
Martha Shearing (Rachel Weisz) yang gagal dihabisinya. Belum pulih dari
trauma berat, sekelompok orang menyantroni rumah Martha. Beruntung Aaron
Cross berhasil menyelamatkan Martha tepat waktu. Setelah bak bik buk
dan dar der dor, terungkap fakta bahwa Aaron adalah satu-satunya agen di
Outcome yang selamat dan kini menjadi target buruan pemerintah yang
tengah mengeliminasi sejumlah operasi rahasia di seluruh dunia. Dia
mencari Martha demi memeroleh pil yang konon diciptakan untuk
meningkatkan kinerja fisik dan otak. Gagal mendapatkan, mereka berdua
pun terbang ke Manila dimana pabrik pemroduksi obat-obatan itu
berlokasi. Setelah Cross dan Shearing mendarat di Manila, Anda
mendapatkan apa yang Anda tunggu-tunggu sejak awal film. Dengan masih
menerapkan style yang tidak jauh berbeda, minus kamera yang sekali ini
tidak terlalu ‘bergoyang’, Gilroy membawa penonton ke dalam sebuah
suguhan sinematik yang memukau. Adegan kejar-kejaran diramu dengan
intens. Lompat sana, lompat sini, mengarungi perkampungan padat
penduduk. Yang menjadi ‘highlight’ dari film ini tentunya adegan Cross
menunggangi sepeda motor bersama Shearing menghindari kejaran seorang
supersoldier yang diperintah Byer untuk menghabisi mereka berdua
menembus lalu lintas Manila yang mengerikan.
Tanpa
ada upaya untuk mencontek ‘kemesraan’ antara Matt Damon dengan Julia
Stiles dan Franka Potente, duet Jeremy Renner dan Rachel Weisz berhasil
membawa daya tarik tersendiri. Tidak melakoni peran yang sama dengan
Damon, membuat Renner terhindar dari ‘teori perbandingan’. Aaron Cross
di tangan Renner, tampak gagah. Setelah tiga film besar yang melibatkan
dirinya meledak dimana-mana, maka tidak sulit bagi dia untuk menggaet
hati para produser untuk menempatkannya di garda depan film-film aksi
berbujet besar setelah ini. Anda yang tidak menyukai sosok Renner pun
sulit menampik bahwa dia adalah pilihan yang tepat untuk franchise ini.
Dan melihat raihan Dollar yang masih terus menanjak, bukan sesuatu yang
mengherankan jika sepak terjang Aaron Cross akan berlanjut ke seri-seri
berikutnya. Bisa jadi, dia akan berkolaborasi dengan Jason Bourne. Who
knows. Terlebih, The Bourne Legacy juga bukan produk yang gagal,
dinilai dari berbagai segi. Melihat pencapaian film sebelumnya, maka
sesuatu yang wajar jika publik berharap lebih kepada jilid keempat ini.
Disamping itu, masih perlu waktu untuk beradaptasi dengan karakter baru
bernama Aaron Cross ini. Pun begitu, The Bourne Legacy tidaklah mengecewakan. Dimulai dengan perlahan-lahan, Gilroy menutup The Bourne Legacy dengan aksi gila-gilaan serba cepat yang mendebarkan. Bersedia untuk menanti sekuelnya? Tentu saja.
Acceptable
Tidak ada komentar:
Posting Komentar